Ahli Waris Soleman Apaut Keberatan Pengembalian Batas, R. Adhi Nugroho: Kemarin Hanya Identifikasi, Tidak Langsung Jadi Pengembalian Batas

Kupang, GlobalIndoNews – Buntut pengembalian batas tanah dikelurahan Batuplat, kecamatan Alak, kota Kupang atas sertifikat hak milik (SHM) Nomor: 730 Senin (21/8/2023) yang bermasalah, ahli waris Soleman Apaut melalui kuasa hukumnya melayangkan surat keberatan dan mendatangi Kantor Pertanahan Kota Kupang, Selasa (22/8/2023).
Tampak hadir advokat Yupelita Dima, SH., MH, Akhmad Bumi, SH dan asisten advokat ibu Fenita bertemu dengan Kasie Pengukuran Kantor Pertanahan Kota Kupang, R. Adhi Nugroho diruangan.
Dalam pertemuan tersebut, Yupelita Dima, SH., MH menyampaikan keberatan dan mohon pembatalan atas pengembalian batas tanah terhadap SHM Nomor 730 yang dilakukan diatas tanah warisan almarhum Soleman Apaut.
“Kami keberatan pengembalian batas tanah karena sertifikat Nomor 730 tidak jelas fisik tanahnya terletak dimana. Pengembalian batas maka fisik tanah harus jelas. Fisik tanah dapat diketahui melalui pilar atau tanda patok sesuai dalam sertifikat. Ini pilar satupun tidak ada. Pilar atau tanda patok yang terbuat dari beton berukuran 50cm, 40cm ditanam dalam tanah dan diatas permukaan tanah 10cm. Tidak asal klaim. Yang dilakukan pengembalian batas kemarin berada diatas klien kami ahli waris Soleman Apaut”, jelas Ita Dima.

”Pengembalian batas tanah dilakukan jika terjadi perubahan fisik tanah. Fisik tanah inilah yang harus diperjelas, tidak bisa asal klaim sana sini. Klaim sana sini hanya dapat dilakukan oleh para mafia tanah. Prosedur pengembalian batas harus membuka gambar ukur atas sertifikat itu, untuk melihat titik pusatnya dan dipastikan tanda patok atau pilar dimana, biar jelas. Dan hadirkan pemilik tanah sesuai nama yang tertera dalam sertifikat, bukan orang lain yang tidak jelas. Hadirkan pemilik tanah sesuai nama yang tertera dalam sertifikat itu sesuai aturan BPN”, ungkapnya.
”Kemarin dilapangan, saya selaku kuasa hukum ahli waris Soleman Apaut meminta BPN tunjukan pilar tanah sesuai SHM 730 itu, agar kita tahu dititik pusatnya mana dan mana yang terjadi pergeseran fisik tanah. Permintaan saya itu tidak mampu ditunjukan dilokasi.
Selama ini kita kuasai fisik tanah tersebut dan tidak pernah melihat pilar dengan ukuran standar sesuai aturan, itu ukuran pilar sesuai ketentuan dan wajib ada pilar. Sudah tidak ada pilar, tidak bisa tunjukan gambar ukur (GU), gambar ukur itu ada di warkah, dan warkah itu tidak hilang karena dokumen negara, gambar ukur bukan surat ukur. Tunjukan biar kita tahu. Pengembalian batas kemarin sudah menyalahi prosedur dan memasuki tanah orang lain, kami mohon dibatalkan”, tegas advokat perempuan Ita Dima.
Lanjut Yupelita Dima, ”juga dilokasi sertifikat 730 diterbitkan dalam kawasan hutan produksi. Dalam kawasan hutan kok BPN bisa terbitkan sertifikat? Apa ada surat bebas kawasan dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah Kupang? Ini masalah besar, ada kejahatan pidana sesuai UU Kehutanan”, ungkap Ita Dima.
Menanggapi keberatan advokat Yupelita Dima, Kantor Pertanahan Kupang melalui Kasie Pengukuran, R. Adhi Nugroho menjelaskan ”kami dari BPN turun lapangan berdasarkan permohonan dan kami tidak berhak menolak kalau sudah ada permohonan. Ada permohonan dilengkapi dengan persyaratan. Dari petugas hanya menjalankan tugas berdasarkan apa yang dimohonkan oleh pemohon, dia membawa persyaratan yang sudah dimasukkan di loket, jadi petugas turun berdasarkan surat tugas yang sudah dibuat berdasarkan permohonan masyarakat.
Terkait sertifikat silahkan ditinjau lagi, artinya begini terkait kepemilikan silakan kalau merasa sertifikat itu berada di atas tanah orang silahkan ajukan proses selanjutnya, kalau di BPN ada proses non litigasi, nanti bisa dimediasi ataupun kalau memang merasa itu bisa ditindaklanjuti mau ke ranah hukum ya silakan, tidak apa-apa.
Belum ada penetapan batas ibu, petugas kemarin yang turun masih melakukan identifikasi, jadi belum terus langsung jadi kalau petugas sudah turun lokasi. Masih identifikasi, oh tanahnya di sini, belum tentu juga, petugas masih identifikasi, jelas Nugroho.
”Tidak apa-apa, maksudnya semua keberatan ini kita terima, kan sudah bersurat toh. Itu petugas itu kan hanya mengidentifikasi kalau memang lokasinya itu berbeda nanti disampaikan kalau memang lokasi sertifikat itu bisa nanti disampaikan jadi prosedurnya memang begitu.
Jadi semua masukan melalui surat keberatan atau apapun silakan itu nanti kita petugas identifikasi, yang jelas petugas turun ikut dengan pemohon, dan pemohon yang tunjuk di sebelah mana. Kalau memang ternyata tidak sesuai ya kita sampaikan lokasinya bukan di situ, sertifikatnya bukan di situ, jadi begitu prosesnya.
Terkait kawasan hutan juga, kalau sertifikat berada dalam kawasan hutan dapat ditinjau kembali, dan sertifikat itu terbit tahun berapa. Soalnya peta kawasan hutan kita dapat 2016. Sertifikat itu nanti bisa ditinjau lagi kalau dalam kawasan hutan. Ada beberapa sudah kita usulkan untuk dikeluarkan dari kawasan hutan, beberapa lokasi yang sudah ada rumah, itu sedang diusahakan”, ungkap Nugroho.
Dihimpun dari berbegai sumber, pada tahun 1979 sampai 1981, Gubernur NTT menunjuk tata batas kawasan hutan dan disahkan pada tahun 1982. Kemudian, pada tahun 1983 mulai diterbitkan tata guna hutan kesepakatan atau TGHT dan tidak ada perubahan. Kemudian dikeluarkan surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor No. 357/MenLHK/Setjen/PLA.0/5/2016 tanggal 11 Mei 2016, juga peta perkembangan pengukuhan kawasan hutan propinsi NTT sampai 2017 berdasar SK Mentri Lingkungan Hidup dan kehutanan No. 8105/MenLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2018 tanggal 23 November 2018.
Pihak ahli waris almarhum Soleman Apaut sudah menurunkan petugas dari Balai Pemetaan Kawasan Hutan Wilayah Kupang untuk melakukan identifikasi lokasi kawasan hutan dikelurahan Batuplat yang didalamnya terdapat sebagian tanah warisan almarhum Soleman Apaut yang berada dalam kawasan hutan produksi. Diperkuat lagi dengan surat dari Dinas Kehutanan Propinsi NTT untuk ahli waris almarhum Soleman Apaut juga menjelaskan demikian. (Sajid/Red)
——————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
