Aktivis AMPPERA Alfons Making: Kasus Korupsi Kapal Phinisi Aku Lembata Dipetieskan Kejari Lembata?
KUPANG, GlobalIndoNews – Republik Indonesia kerap disebut sebagai negara hukum, namun belum dinyatakan bebas dari praktik mafia hukum atau meminjam istilah dari Prof. Mahfud MD, yakni praktik industri hukum.
Di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejumlah kasus pidana umum dan pidana khusus, yang menjadi atensi publik, belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Sebutan saja kasus pembunuhan Lorens Wadu dan kasus korupsi Awololong, sama sekali tidak menyentuh aktor intelektual.
Lalu, kasus korupsi Phinisi Aku Lembata. Kasus dugaan korupsi pengadaan kapal phinisi ‘Aku Lembata’ yang sedang dalam penyidikan di Kejaksaan Negeri Lembata itu, belum berujung pada penetapan tersangka. Ada apa?
Masyarakat Kabupaten Lembata, aktivis mahasiswa hingga penggiat anti korupsi pun terus bertanya-tanya terkait dengan penuntasan kasus pengadaan kapal senilai Rp 2. 495.900 yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Transportasi Kemendes PDTT itu.
“Jika dana sebesar itu dikonversikan ke jalan, listrik, air, atau fasilitas pendidikan, tentu sudah sangat bermanfaat bagi masyarakat di negeri 1001 paus (mamalia laut,” ucap warga Lembata yang tidak ingin namanya ditulis.
Lambannya penanganan kasus tersebut, spekulasi miring pun ditujukan ke Kejari Lembata pun bermacam-macam. Ada sumber yang menyebut, ‘jangan- jangan Kejari Lembata ‘masuk angin’.
Informasi lain yang beredar menyebutkan bahwa ada dugaan penyuapan sekitar 300 juta ke ‘Lusikawak’, sehingga menghambat proses penegakan hukum kasus Phinisi ‘Aku Lembata’.
Adapula sumber yang mengatakan bahwa jangan sampai nasib kasus Phinisi Aku Lembata sama seperti nasib kasus mafia tanah Merdeka, yakni naik ke tahap penyidikan, namun tidak ada penetapan tersangka.
Penjelasan Kejari Lembata
Informasi yang dihimpun dari Kejari Lembata menjelaskan bahwa sejak April 2022 telah dilakukan pengumpulan alat bukti, pemeriksaan saksi-saksi sebanyak 25 orang, yakni panitia pengadaan, konsultan perencana, konsultan pengawas, penyedia, PPK, KPA, PPHP, dan pihak lain yang terkait.
Selain itu, penyidik juga telah menyita secara sah dokumen- dokumen sebagai alat bukti surat, telah meminta keterangan ahli Kemendes RI, ahli mesin, ahli kehutanan, ahli pengadaan barang dan jasa.
Selanjutnya, penyidik Kejari Lembata intensif tahap Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) dari auditor akuntan publik.
Beberapa kali otoritas terkait di Kejari Lembata dihubungi via WhatsApp hingga akun sosial media resmi Kejari Lembata, sama sekali tidak direspon. Padahal, publik perlu tahu perkembangan penyidikan secara berkala tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Sikap ‘masa bodoh’ dari pihak Kejaksaan Negeri Lembata terhadap pertanyaan-pertanyaan masyarakat terkait kasus Phinisi Aku Lembata menunjukkan buruknya pelayanan publik dan informasi.
Jaksa ‘Dijinakkan?
Advokat dan pengacara Petrus Bala Pattyona, SH, MH menegaskan, jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Lembata, Nusa Tenggara Timur, tidak berani menetapkan tersangka kasus korupsi pengadaan kapal phinisi Aku Lembata.
“Semakin lama mengulur waktu penetapan tersangkanya, semakin kuat akan kebenaran isu yang beredar bahwa jaksa penyidik sudah ‘dijinakkan’ salah satu calon tersangka,” katanya.
Dikembangkan lagi, kemungkinan tiga orang tersangka dalam kasus ini yaitu kontraktor, pengguna anggaran, dan panitia pengadaan,” kata Petrus Bala Pattyona dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (25/8) dilansir dari nttsatu.com.
Apakah Kejari Lembata sedang petieskan kasus Phinisi Aku Lembata?
“Istilah peti es kasus atau es batu (kan) kasus korupsi tidak asing lagi di dunia penegakkan hukum di Indonesia.
Diduga kuat ada upaya dari jaksa Kejari Lembata untuk peti-es-kan kasus korupsi Phinisi Aku Lembata. Sebab, bagi dia, kasus itu tiba-tiba hilang bak ditelan bumi”, kata Alfons Making, aktivis Amppera kepada media ini, Rabu (12/10/2022).
Lebih jauh mengatakan, ”Lambannya penanganan kasus ini, Alfons pesimis proses penyidikan tidak berakhir dengan penetapan tersangka oleh karena berbagai macam faktor “x”.
Oleh karena itu, dia mengajak semua kalangan masyarakat Lembata untuk menitikfokuskan perhatian ke kasus Phinisi Aku Lembata sama halnya dilakukan pada kasus korupsi Awololong Lembata.
Kejari Lembata harus bisa menjawab mengapa kasus itu tidak terekspos lagi ke publik, apa alasannya?
Jika Kejari Lembata tidak bisa menjawab atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, bisa jadi spekulasi masyarakat itu bisa benar adanya.
Alfons menyarankan agar, kasus Phinisi Aku Lembata diambil alih saja oleh Kejaksaan Tinggi Kupang, Kejaksaan Agung atau KPK agar penanganannya lebih profesional, transparan, dan bisa menjawab keresahan publik.
Mungkin Amppera kembali melakukan aksi demonstrasi ke Kejari Lembata dan Kejati NTT, agar kasus ini menjadi skala prioritas penuntasannya,” pungkas mantan Presidium Ristek PMKRI Kupang ini.(*/tim/Red)
Penulis: EB
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami
di www.globalindonews.com