ASEAN Day dan Nasib Pekerja Pariwisata dalam Kerangka Mutual Recognition Agreement

Oleh: Achmad Zulfikar, S.IP., M.Si., M.H. *)
Setiap tahun pada tanggal 8 Agustus, negara-negara anggota ASEAN merayakan ASEAN Day, memperingati pembentukan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada tahun 1967. Momentum ini tidak hanya menjadi perayaan solidaritas, tetapi juga refleksi atas pencapaian dan tantangan yang dihadapi oleh kawasan ini.
Salah satu aspek yang patut mendapat perhatian khusus adalah nasib pekerja pariwisata di ASEAN, terutama dalam kerangka Mutual Recognition Agreement (MRA) serta kompetisi antar negara anggota dalam bidang pariwisata.
Mutual Recognition Agreement (MRA) di Sektor Pariwisata
Mutual Recognition Agreement (MRA) merupakan kesepakatan yang memungkinkan pengakuan atas kualifikasi dan keterampilan profesional antar negara anggota ASEAN. Di sektor pariwisata, MRA ini sangat penting karena memungkinkan mobilitas tenaga kerja profesional di seluruh kawasan. MRA untuk Profesi Pariwisata, yang ditandatangani pada tahun 2012, bertujuan untuk meningkatkan standar dan kualifikasi profesional pariwisata di ASEAN, serta memfasilitasi mobilitas pekerja terampil di bidang pariwisata seperti manajer hotel, pemandu wisata, dan profesional lainnya.
Manfaat MRA bagi Pekerja Pariwisata
MRA menawarkan berbagai manfaat bagi pekerja pariwisata di ASEAN. Pertama, MRA meningkatkan kesempatan kerja lintas negara. Dengan pengakuan kualifikasi yang seragam, seorang profesional pariwisata dari Indonesia, misalnya, dapat bekerja di Thailand atau Vietnam tanpa harus menjalani proses sertifikasi ulang yang rumit. Hal ini membuka peluang kerja yang lebih luas dan beragam bagi tenaga kerja terampil di kawasan ini.
Kedua, MRA mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja. Dengan adanya standar kualifikasi yang diakui secara regional, pekerja diharuskan untuk mencapai dan mempertahankan standar tinggi dalam keahlian mereka. Ini tidak hanya menguntungkan individu pekerja tetapi juga industri pariwisata secara keseluruhan, karena layanan yang lebih berkualitas akan menarik lebih banyak wisatawan ke kawasan ASEAN.
Tantangan Implementasi MRA
Namun, implementasi MRA di sektor pariwisata ASEAN juga mengalami tantangan. Salah satu kendala utama adalah perbedaan standar pendidikan dan pelatihan di antara negara-negara anggota. Meski ada kesepakatan tentang standar minimal, penerapannya di tingkat nasional sering kali tidak seragam. Beberapa negara mungkin memiliki sistem pendidikan dan pelatihan yang lebih maju dibandingkan negara lainnya, yang dapat menyebabkan kesenjangan kompetensi di antara pekerja dari berbagai negara.
Selain itu, terdapat juga tantangan administratif dan birokrasi. Proses pengakuan kualifikasi lintas negara masih menghadapi hambatan regulasi yang dapat memperlambat mobilitas pekerja. Setiap negara memiliki prosedur dan persyaratan yang berbeda, yang sering kali memerlukan waktu dan biaya tambahan bagi pekerja untuk memenuhi.
Kompetisi Antar Negara Anggota dalam Pariwisata
Sektor pariwisata adalah salah satu bidang yang sangat kompetitif di ASEAN. Setiap negara berusaha untuk menarik sebanyak mungkin wisatawan internasional, mengingat kontribusi besar pariwisata terhadap perekonomian nasional. Kompetisi ini membawa dampak positif dan negatif bagi pekerja pariwisata di kawasan.
Di sisi positif, kompetisi antar negara anggota dapat mendorong peningkatan kualitas layanan dan infrastruktur pariwisata. Negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura telah lama dikenal sebagai destinasi wisata utama di ASEAN, namun negara-negara lain seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina terus berupaya meningkatkan daya saing mereka. Peningkatan kualitas ini dapat menciptakan lebih banyak peluang kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja pariwisata.
Namun, kompetisi yang ketat juga dapat menimbulkan tekanan terhadap pekerja. Untuk tetap kompetitif, negara-negara mungkin menuntut pekerja untuk bekerja lebih keras dengan imbalan yang tidak selalu sebanding. Selain itu, pekerja pariwisata di negara-negara yang kurang berkembang mungkin menghadapi tantangan lebih besar dalam memenuhi standar kualifikasi yang ditetapkan oleh MRA, yang dapat menghambat mobilitas mereka.
Refleksi ASEAN Day dan Tantangan Kedepannya
ASEAN Day memberikan kesempatan untuk merenungkan pencapaian dan tantangan dalam kerangka ASEAN, termasuk nasib pekerja pariwisata di kawasan ini. Mutual Recognition Agreement (MRA) di sektor pariwisata membuka peluang besar bagi mobilitas dan peningkatan kualitas tenaga kerja, tetapi juga menghadapi tantangan dalam implementasinya. Kompetisi antar negara anggota dalam pariwisata dapat mendorong peningkatan kualitas, namun juga menimbulkan tekanan bagi pekerja. Untuk mencapai manfaat maksimal dari MRA, diperlukan kerjasama yang erat dan komitmen dari semua negara anggota ASEAN untuk memastikan standar yang adil dan implementasi yang efektif.
Bagi Indonesia, Mutual Recognition Agreement (MRA) dapat dioptimalkan untuk menjawab berbagai tantangan kedepannya. Indonesia perlu fokus pada beberapa strategi diantaranya:
Pertama, MRA memungkinkan pengakuan kualifikasi tenaga kerja pariwisata di seluruh ASEAN. Indonesia harus terus meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan pariwisata, memastikan bahwa lulusan memiliki keterampilan dan sertifikasi yang diakui secara regional.
Kedua, Indonesia perlu memperkuat standar kompetensi pariwisata yang diakui secara internasional. Hal ini dapat dicapai dengan harmonisasi kurikulum pendidikan pariwisata dengan standar ASEAN serta meningkatkan akreditasi lembaga pelatihan.
Ketiga, Meningkatkan infrastruktur pariwisata, seperti bandara, pelabuhan, dan jaringan transportasi, yang mendukung kemudahan akses bagi wisatawan ASEAN. Aksesibilitas yang baik akan meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai destinasi utama.
Keempat, Mendorong inovasi dalam layanan pariwisata, termasuk adopsi teknologi digital untuk meningkatkan pengalaman wisatawan, seperti penggunaan aplikasi wisata, pembayaran digital, dan layanan berbasis Artificial Intelligence (AI).
Kelima, Mengembangkan kemitraan dan kolaborasi dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya untuk pertukaran tenaga kerja dan praktik terbaik di bidang pariwisata. Hal ini dapat menciptakan sinergi yang saling menguntungkan dan memperkuat daya saing regional.
Penulis berharap gagasan di atas mampu menggugah para pengambil kebijakan untuk terus berbenah dan berinovasi untuk membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan di berbagai sektor. Salah satunya adalah pekerja pariwisata yang kini dapat terlibat tidak hanya di tingkat nasional, regional bahkan internasional.[]
*) Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Pariwisata dan Ketenagakerjaan, Peneliti pada Center for Digital and Global Studies (CERDIGS) dan Dewan Manajerial Bidang Kajian Global Perkumpulan Rumah Produktif Indonesia (RPI)
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami