Diduga Palsukan Tandatangan Theodoris Rubian, Harvido Rubian: Akan Lapor Pidana Pemalsuan
Foto : Harvido Rubian (Ist)
Kupang, Globalindonews – Pelaksanaan eksekusi penyerahan tanggal 22 November 2022 dan sita eksekusi tanggal 12 Desember 2023 dalam melaksanakan putusan No. 252/Pdt.G/2020/PN.Kpg tentang perdamaian berbuntut panjang.
Harvido Aquino Rubian dan Rina Laazar Rubian menggugat perjanjian perdamaian ke Pengadilan Negeri Kupang dan mengajukan gugatan perlawanan terhadap eksekusi atas semua harta benda tanpa perintah pengadilan terhadap obyek yang disita.
Perjanjian tanggal 7 Desember 2020, diduga almarhum Theodoris MC Rubian dan Hendra Hartanto Irawan tidak menandatangani perjanjian tersebut.
Harvido Aquino Rubian mempersoalkan tandatangan almarhum Drs. Theodoris MC Rubian, dan segera membuat Laporan Polisi tentang dugaan pemalsuan tandatangan dan dugaan pemalsuan keterangan dalam perjanjian.
Menurut Harvido, atas perjanjian tanggal 7 Desember 2020 ini kemudian dibawah ke pengesahan pengadilan dan berimbas pada eksekusi atas semua harta bendanya.
“Segera dilapor pidana atas dugaan pemalsuan tandatangan dan dugaan pemalsuan keterangan dalam perjanjian ini di Kepolisian”, jelas Harvido kepada media ini, Minggu (23/6/2024) di Kupang.
Harvido mengakui tidak pernah dilibatkan dalam membuat atau membaca isi perjanjian tanggal 7 Desember 2020 yang dibuat ini.
”Tidak dilibatkan dalam membuat maupun membaca perjanjian tanggal 7 Desember 2020. Saat ikatan jual beli di Notaris Hengky Famdale, SH kami semua dilibatkan, membaca akta sebelum ditandatangani. Karena tanah yang dijual adalah milik kami semua”, jelas Harvido.
Foto : Yupelita (Kanan)
Yupelita Dima, SH., MH selaku kuasa hukum Harvido Aquino Rubian dari Firma Hukum ABP saat dikonfirmasi secara terpisah menjelaskan kami sudah gugat perjanjian dan eksekusi tersebut di Pengadilan.
”Akan kami buktikan dalam persidangan semua dalil yang kami uraikan dalam gugatan. Dan tergugat membuktikan dalil bantahannya. Nanti Majelis Hakim yang menilai, menguji dan memutuskan”, ungkap Yupelita.
Yupelita menambahkan akan ada lagi gugatan baru, sekarang dua gugatan sudah kami daftarkan di Pengadilan. Ada lagi gugatan lain. Ya kita lihat nanti.
”Selain itu, Laporan Pidana segera kami lakukan, termasuk laporan dugaan pemalsuan tandatangan dan keterangan dalam perjanjian. Untuk laporan pidana umum mungkin lebih dari satu”, jelasnya.
”Pengaduan tentang dugaan tindak pidana Penyuapan/Pemerasan/Penggelapan jabatan/Persekongkolan Jahat (kolusi)/Gratifikasi sudah diterima KPK. Laporan kami ke Kejaksaan Agung tentang dugaan mafia tanah juga sudah diterima Kejaksaan Agung RI”, jelas Yupelita yang juga Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GN-PK) propinsi NTT ini.
Yupelita menambahkan masalah yang dialami oleh klien kami sebenarnya bukan hutang piutang tapi ikatan jual beli yang dibuat dihadapan Notaris Hengki Famdale, SH.
”Karena pembeli tidak menunaikan seluruh prestasinya maka digugat wanprestasi di Pengadilan. Tapi dari gugatan wanprestasi itu kemudian berubah jadi hutang piutang. Kok bisa? Disini soal dan kami sedang mengujinya”, jelas advokat perempuan asal Sabu Raijua ini.
“Padahal menurut keterangan klien kami, tatacara pembatalan jual beli telah diatur dalam akta ikatan jual beli. Kalau penjual yang batalkan maka harus membayar 500% tapi kalau pembeli yang batalkan maka uang panjarnya hangus”, jelasnya.
Yupelita menambahkan kalau tidak diatur tata cara pembatalan dalam akta ikatan jual beli ya berlaku kaidah dalam hukum perdata. Uang panjar tersebut hangus, bukan dibalik menjadi hutang piutang.
“Drs. Theodoris MC Rubian menagih pembayaran tahap tiga pada Hendra selaku pembeli. Tapi Hendra tidak membayar. Tahap tiga. Malah Hendra melapor Drs. Theodoris MC Rubian di Polisi”, jelas Dima.
“Hutang piutang yang dibuat melalui perjanjian tanggal 7 Desember 2020 diwakili oleh pihak lain yang tandatangan, bukan ditandatangani pihak materil penjual dan pembeli. Itu mengikat hanya pada pihak yang tandatangan, bukan mengikat para pihak materil”, jelas Yupelita.
Foto : Ayub Codey, SH
Senada dengan Yupelita, koleganya Ayub Codey, SH membenarkan perjanjian tanggal 7 Desember 2020 sebagai sumber masalah.
Selain itu kata Ayub ”Tidak ada perintah hakim yang amarnya menghukum atau memerintahkan menyerahkan suatu barang, menghukum atau memerintahkan pengosongan sebidang tanah atau rumah, atau menghukum atau memerintahkan membongkar bangunan atau mengusir orang dalam rumah dengan menyebut obyek secara lengkap dan jelas”.
”Yang ada Pengadilan menghukum para pihak untuk tunduk pada perjanjian yang dibuat. Ya perjanjian yang dibuat dan ditandatangani pihak lain itu pada tanggal 7 Desember 2020. Tidak mengikat penjual dan pembeli materil”, jelas Ayub.
Sabar Johnson Situmorang, SH selaku kuasa hukum Hendra Hartanto Irawan tahun 2020 ketika dikonfirmasi media ini, Minggu (23/6/2024) melalui telp seluler membenarkan tandatangannya diatas nama Hendra Hartanto Irawan pada perjanjian tanggal 7 Desember 2020.
“Benar itu tandatangan saya memang di Hendra, di Pengadilan tapi kasusnya seperti apa saya tidak tahu lagi. Tanya juga ke Lesly. Lesly kuasa hukumnya disitukan. Untuk tandatangan pak Drs. Theodoris MC Rubian silahkan tanya pada Lesly Lay”, jelas Sabar Johnson.
Lesly Anderson Lay, SH selaku kuasa hukum Drs. Theodoris MC Rubian tahun 2020 tidak menjawab konfirmasi media ini tentang tandatangan tanggal 7 Desember 2020 diatas nama Drs. Theodoris MC Rubian.
“Malam pak Sajid, minta maaf saya baru lihat Wanya bapak. Sebelumnya, bapak tolong berikan saya informasi secara jelas siapa dan dalam kapasitas apa pihak yang meminta bapak untuk konfirmasi berkaitan dengan hal tersebut?”, tanya Lesly.
Lesly menambahkan “minta maaf pak Sajid, kalau begitu saya tidak dapat memenuhi permintaan bapak karena bapak tidak memberikan informasi yang jelas kepada saya mengenai siapa dan dalam kapasitas apa pihak yang meminta bapak untuk konfirmasi. Terima kasih pak”, jawab Lesly.
Hendra Hartanto Irawan, B.Bus saat dikonfirmasi media ini hingga berita ini diturunkan tidak menjawab.
Dalam perkara yang diregister No. 128/Pdt.Bth/2024/PN.Kpg tanggal 10 Juni 2024 yang copian gugatannya diterima media ini menjelaskan perjanjian perdamaian, jika pihak yang membuat kesepakatan perjanjian perdamaian adalah orang yang memiliki kekuasaan (vide Pasal 1852 KUHPerdata).
Berdasarkan norma tersebut seseorang yang dapat membuat kesepakatan perdamaian adalah orang yang mempunyai kedudukan dan kapasitas sebagai persona standi in judicio, tulis gugatan tersebut.
Perjanjian perdamaian tanggal 7 Desember 2020 yang menjadi dasar lahirnya putusan No. 252/Pdt.G/2020/PN.Kpg tanggal 15 Desember 2020, yang berdamai adalah pihak lain (tidak memiliki kekuasaan), bukan Drs. Theodoris MC Rubian dan Hendra Hartanto Irawan, B.BUS. (Sajid/TIM/Red)
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami