H. Deani T. Sudjana: Demokrat Emosional dan Memainkan Playing Victim Seolah Menjadi Korban dari Anies

Jakarta, GlobalIndoNews – Demokrat terlampau emosional, SBY dan AHY memainkan playing victim, menjadikan diri seolah-olah korban dari Anies, agar mendapat simpati publik. Sikap politik yang baper ini tidak rasional dalam politik. Tapi public mengetahui permainan itu, hal itu disampaikan Ketua Umum Laskar Anak Bangsa Anti Korupsi Indonesia (LABAKI) H. Deani T. Sudjana, SH., MM melalui rilis yang diterima media ini, Sabtu (2/9/2023).
“Eloknya partai Demokrat menahan diri dan tidak buru-buru menanggapi secara emosional jika partai Demokrat konsen pada perubahan sesuai jargon politik yang diusung Capres Anies Baswedan, tidak semata memburu kekuasaan menjadi Cawapres. Ini baper dan tidak rasional. SBY dan AHY bermain playing victim, menjadikan diri seolah-olah korban dari Anies. Jargon perubahan yang diusung Anies itu bagus untuk masa depan bangsa. Perubahan itu keniscayaan”, jelas Deani.
Saya sepakat dengan jargon perubahan yang diusung Anies Baswedan. Bukankah dalam konsep perubahan terkandung filosofi terbukanya peluang inovasi untuk kemajuan bangsa dimasa depan, sekaligus mengoreksi kemapanan masa lalu yang involutif?
Bukankah semua benda apa pun jenisnya, kelak mengalami masa basi, karatan, usang, dan kadaluarsa? Demikian pula halnya pemikiran, pergerakan, lembaga, bahkan sistem kenegaraan sekalipun. Hanya dengan perubahan, kita akan mengetahui tentang berbagai kelemahan masa lalu.
Manusia yang tidak mau berubah nasibnya akan seperti Dinosaurus. Dinosaurus itu makhluk raksasa, tapi karena tidak memiliki kemampuan adaptasi perubahan dengan lingkungan, Dinosaurus yang besar itu menjadi punah, ujar aktivis IMM tahun 1986-1987 ini.
Demokrat lupa bahwa sebelum deklarasi pasangan Capres Cawapres dengan resmi, kemungkinan terjadi perubahan bisa saja terjadi, apalagi belum ada Cawapres yang final. Jokowi yang hanya dalam hitungan jam saja mengganti pilihan wapresnya dari Mahfud MD ke Ma’ruf Amin.
Dalam kesepakatan Nasdem, Demokrat dan PKS yang ditandatangani memberikan mandat sepenuhnya kepada Anies untuk menentukan calon wakil presiden dan memberikan ruang seluas-luasnya kepada Anies untuk menjalin komunikasi dengan partai politik lainnya. Lantas salahnya dimana jika Anies bangun komunikasi dengan Cak Imin dan PKB. Dan kenapa mesti Baper?, tanya Deani.
”Dari gejolak ini terbaca, Demokrat yang dipimpin AHY belum cukup matang dalam politik. Apalagi mau dicalonkan sebagai Cawapres dengan jiwa yang belum matang seperti ini perlu dipertimbangkan.
Bukan hanya kali ini, kejadian yang sama pernah terjadi tahun 2019 pada diri Prabowo. Sampai menyebut Prabowo sebagai jendral Kardus oleh Andi Arief. Meniup isu Sandi Uno membayar Rp 500 milyar ke PKS dan PAN hanya karena kecewa Prabowo tidak mengakomodir AHY sebagai Cawapres 2019”, ungkapnya.
“Capres Anies ini anti tesis dengan rezim sekarang. Beda dengan Ganjar dan Prabowo yang tegak lurus dengan Jokowi untuk berharap electoral meningkat. Hal itu wajar dalam demokrasi dan sah-sah saja.
Walau hasil survei Kompas menyebutkan hanya 18,1% yang memilih capres hasil rekomendasi Jokowi. Ada 32,6% responden tidak memilih calon yang direkomendasikan Jokowi. Sementara ada 49,7% masih mempertimbangkan dan pikir-pikir. Mungkin saja 49,7% itu mereka tidak merujuk calon rekomendasi Jokowi tapi mendukung Capres perubahan. Ini semua dalam hitungan dan kalkulasi politik, agar memajukan Cawapres pendamping tidak salah”, ungkap Deni.
”Kalau Demokrat bersikap demikian, mereka tidak sungguh-sungguh berkehendak memperbaiki bangsa ini melalui perubahan. Tapi hanya memiliki nafsu memburu kekuasaan, dan memaksa AHY menjadi Cawapres dengan memainkan strategi palying victim”, jelasnya.
Asal tahu Partai Demokrat secara resmi menarik dukungannya dan keluar dari koalisi pendukung Anies Baswedan sebagai Calon Presiden setelah dipilihnya pemimpin Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin, menjadi pendamping mantan gubernur Jakarta pada Pilpres 2024.
Keputusan itu diambil dalam Rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono.
“Partai Demokrat mencabut dukungan (terhadap) Anies Baswedan sebagai capres (calon presiden) di Pilpres 2024,” ujar Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Malarangeng, dalam konferensi pers di Cikeas, Bogor, Jawa Barat pada Jumat (1/9/2023).
Selain itu, Partai Demokrat juga menarik diri dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, yaitu koalisi partai pendukung Anies yang juga beranggotakan Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Keadilan Sejatera (PKS).
“Demokrat tidak lagi berada di dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan karena terjadi pengingkaran kesepakatan yang dibangun selama ini,” ucap Andi. (*/TIM)
——————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com