Jokowi finalis tokoh terkorup dunia versi OCCRP, Akhmad Bumi: Korupsi itu musuh bangsa dan peradaban
Kupang, GlobalIndoNews – Presiden ke-7 Joko Widodo menjadi finalis Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Jokowi bersanding dengan Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha India Gautam Adani. Pengumuman ini disampaikan di laman resmi OCCRP pada Selasa, 31 Desember 2024.
OCCRP memiliki rekam jejak yang mengesankan dalam mengungkap skandal besar di berbagai negara. Salah satu kontribusi mereka yang paling terkenal adalah keterlibatan dalam investigasi Panama Papers, Paradise Papers, dan Pandora Papers. Ketiga laporan tersebut berhasil mengungkap jaringan korupsi global, praktik penghindaran pajak, serta aliran dana gelap yang melibatkan berbagai tokoh berpengaruh di dunia. Investigasi ini tidak hanya menarik perhatian publik internasional tetapi juga mendorong penyelidikan resmi dan reformasi kebijakan dibeberapa negara.
Selain itu, OCCRP juga dikenal melalui investigasi mereka terhadap kasus Russian Laundromat, yang mengungkap skema pencucian uang senilai lebih dari 20 miliar dolar AS melalui bank-bank di Eropa. Investigasi lainnya, Azerbaijani Laundromat, menunjukkan bagaimana elit Azerbaijan menggunakan skema pencucian uang untuk menyuap pejabat asing. Dalam laporan Golden Visas, OCCRP mengungkap bagaimana visa investasi digunakan oleh individu kaya, termasuk pelaku kejahatan, untuk mendapatkan kewarganegaraan di Eropa.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut beberapa indikasi tipe korupsi yang dilakukan oleh Jokowi diantaranya Political bribery, Political kickbacks, Election fraud, Corrupt Campaign Practice, Discretionary corruption dan Illegal Corruption.
Merespons desakan publik atas pemeriksaan Jokowi, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan kalau ada pengaduan akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang ada, segala sesuatu harus ada bukti, dokumen pendukung, ada alat bukti, ada sesuatu yang bisa ditunjukan yang menguatkan bahwa telah ada dugaan tindak pidana korupsi, selama hanya lisan, narasi saja tentu kami tidak akan melakukannya.
Praktisi hukum Akhmad Bumi kepada media ini, Rabu (8/1/2025) menjelaskan korupsi itu lebih buruk dari bangkai, bangkai itu racun dan membahayakan orang banyak, olehnya dijadikan musuh bangsa dan peradaban.
Lanjutnya, korupsi membuat alokasi sumber daya menjauh dari kepentingan publik, kepentingan bersama, kepentingan rakyat.
Kekayaan sumber daya ekonomi, termasuk sumber daya alam, tidak bisa menyejahterakan rakyat, bahkan sebaliknya memarginalkan kekuatan rakyat.
Pemusatan penguasaan sumber daya ekonomi berada di tangan segelintir orang, yang senantiasa berupaya melanggengkan penguasaannya dengan mencari perlindungan atau dukungan politik, bahkan sekarang sudah langsung masuk ke gelanggang politik dengan mendirikan atau menguasai partai politik.
Partai-partai yang kuat bukan karena memiliki ideologi yang cristal clear, programnya yang bagus dan kadernya yang kredibel, melainkan yang memiliki kekuatan logistik melimpah yang mengalir dari para pengendali sumber daya alam dan rente ekonomi. Martin Wolf menyebutnya “rentier capitalism,” yang ia maknai sebagai suatu sistem yang mana pasar dan kekuatan politik memberikan individu-individu dan pengusaha-pengusaha yang diistimewakan untuk mengeruk rente yang besar dari orang lain.
Akhmad Bumi mengatakan Jokowi masuk daftar finalis tokoh terkorup dunia versi lembaga Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Predikat negatif menjadi trending topik yang menghiasi jagat media sosial hingga kini.
Jokowi diduga melakukan political corruption, korupsi yang melibatkan pembuat keputusan politik dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dimilikinya. Olehnya KPK didesak responsif dengan desakan publik untuk memeriksa Jokowi.
“Banyak pihak yang pesimis dengan KPK saat ini. KPK saat ini dibentuk berdasar UU No. 19/2019, berbeda dengan KPK dahulu berdasar UU No. 30/2002. Dulu KPK sebagai lembaga yang ekstra konstitusional (Pasal 3), bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Independen artinya sebagai lembaga negara bantu (state auxiliary institutions)”, jelas Bumi.
Walaupun memiliki independensi dan kebebasan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, KPK tetap bergantung kepada cabang kekuasaan lain dalam menjalankan tugasnya.
Semangat itu lahir diawal pembentukan KPK dan diatur dalam UU KPK No. 30 tahun 2002 dan semua pihak memberi dukungan.
“Tapi digdaya KPK itu telah redup dimasa Jokowi dengan adanya UU No. 19 tahun 2019. Dengan perubahan UU KPK itu membuat KPK tidak lagi independen. Kalau tidak independen tidak perlu ada KPK, cukup perkuat lembaga Kepolisian dan Kejaksaan. Bukankah pembentukan KPK oleh karena mandulnya lembaga kejaksaan dan kepolisian yang begitu sulit membongkar korupsi yang begitu akut dipusat-pusat kekuasaan?”, jelas Akhmad Bumi, calon Komisioner KPK tahun 2015 ini.
Walau demikian sebut Bumi, suara pemberantasan korupsi tidak perlu pudar walau rasanya sulit. Korupsi itu bukan saja mencuri keuangan negara tapi merusak kehidupan suatu bangsa dan negara. Begitu kayanya bangsa ini kalau pemerintah konsisten memberantas korupsi, merampas aset yang dikorup untuk kesejahteraan rakyat dan aktif mencegahnya. (TIM/Red)
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami