Kisruh Tanah Eks Kimpraswil, Kuasa Hukum Ahli Waris Minta Maaf ke Pemda Flotim

Larantuka, GlobalIndoNews – Kuasa Hukum ahli waris Labina, Gregorius Senari Duran akhirnya meminta maaf kepada Pemerintah Daerah Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait polemik hukum lahan eks kantor Kimpraswil di Kelurahan Waihali, kota Larantuka.
Permintaan maaf ini ia sampaikan menyusul adanya Laporan Polisi Pemerintah Daerah Flores Timur ke Polres Flotim atas dugaan penyerobotan lahan eks Kimpraswil yang selama ini dikalim menjadi milik keluarga ahli waris, Aloysius Boki Labina.
“Dengan ini saya mencabut surat kuasa yang telah dipercayakan Max Labina atas tanah eks Kimpraswil karena klien tidak lagi mendengar anjuran saya untuk berdamai dengan pihak Pemda yang disampaikan sebelumnya.
Karena anjuran tersebut tidak diindahkan maka saya mohon maaf kepada Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Rihi, Sekda Flotim, Asisten 1, Kabag Hukum, Ketua Pengadilan Negeri Larantuka, kuasa hukum Pemda Flotim, Ben Hadjon atas kekhilafan saya dalam menangani kasus ini,” demikian permintaan maaf Senari Durun yang dibacakannya secara live di facebook, Jum’at (17/3/2023).
Ia juga berjanji wajib menjaga persaudaraan untuk membangun daerah Flores Timur dan tidak akan terlibat lagi dalam masalah tanah eks Kimpraswil.
“Saya tidak akan terlibat lagi dengan masalah eks tanah Kimpraswil. Apabila di kemudian hari timbul masalah hukum lain maka saya tidak ada kaitan lagi dengan keluarga Max Labina, baik secara aspek keperdataan maupun aspek pidana,” katanya.
Cabut Plang Kuasa Hukum
Pasca dilaporkan ke Polres Flores Timur, plang kuasa hukum yang terpasang di atas lahan eks Kimpraswil mendadak raib pada Sabtu 18 Februari 2023 lalu. Kuasa hukum Pemda Flotim, Ben Hadjon memastikan pencabutan tersebut dilakukan setelah ahli waris dan pengacaranya mendapat surat panggilan klarifikasi menyusul laporan Pemkab Flotim ke Polres Flores Timur beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, Pemkab Flotim sebagai pemegang alas hak yang sah atas tanah tersebut berupa sertifikat hak pakai Nomor; 37/Kelurahan Puken Tobi Wangibao atas nama Pemegang Hak Pemerintah Daerah Tingkat II Flores Timur yang tidak pernah dibatalkan sampai dengan saat ini.
“Dengan demikian berdasarkan azas presumptio iustae causa maka legitimasi Pemkab Flotim berkaitan atas hak atas tanah tersebut secara hukum sah,” tegasnya.
Ia mengatakan, siapapun yang melakukan tindakan yang menghalangi Pemkab Flotim untuk menguasai dan memanfaatkan tanah tersebut tentu ada konsekwensi hukum.
“Khususnya berkaitan dengan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 167 KUHP, dan jika upaya untuk menghalangi tersebut dilakukan dengan ancaman kekerasan maka ada potensi penerapan pasal 335 KUHP dalam hal ini,” katanya.
Ben Hadjon mengatakan, Penyidik sebelum memanggil ahli waris, Max Labina dan pengacaranya, tentunya telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang saksi dan sudah didalami tentang barang bukti terkait. Demikan juga pada saat Pemkab Flotim membuat Laporan Polisi (LP) juga telah menyerahkan dokumen termasuk foto lokasi.
Jika tindakan pencabutan tersebut dilakukan dengan dasar i’tikad baik oleh pihak yang memasangnya dan menyerahkannya secara sukarela ke Penyidik maka tidak masalah. Namun, jika pencabutan tersebut dilakukan kemudian dihilangkan atau dimusnahkan maka ada konsekwensi yuridisnya.
“Untuk hal ini biar Penyidik yang akan menilainya,” ujar Ben.
Pengacara yang berkantor di Surabaya ini mengatakan, setiap tindak pidana yang dilaporkan ke pihak berwajib ada tempus delictinya. Uraian kejadian materiil berkaitan dengan dugaan tindak pidana yang dilaporkan adalah berkaitan dengan peristiwa dugaan tindak pidana sebelum Laporan Polisi tersebut dibuat.
“Dari segi hukum, saya berpendapat bahwa tindakan pencabutan tersebut tidak akan menghapus dugaan tindak pidana yang dilaporkan. Apalagi Laporan Polisi tersebut dibuat dengan menyertakan dokumen terkait termasuk foto-foto ketika plang tersebut masih terpasang,” katanya.
Terancam Pidana
Ben Hadjon menjelaskan, seorang advokat dalam membela kepentingan kliennya walaupun berdasarkan pada kuasa yang sah namun jika dalam menjalankan kuasa tersebut melakukan perbuatan melanggar hukum, maka dapat dipidana. Pasalnya, imunitas advokat berdasarkan ketentuan yang tercantum di dalam UU Advokat yang diperluas di dalam putusan MK adalah imunitas bersyarat.
“Syarat yang saya maksudkan adalah menjalankan kuasa dengan i’tikad baik. Dengan demikian jika Advokat menjalankan kuasa dengan cara melanggar hukum maka tentunya dapat dipidana,” tegasnya.
Ia mengaku punya pengalaman pernah bergabung bersama 120 pengacara di Surabaya membela rekan sejawatnya yang dipidana karena menjalankan kuasa dari kliennya secara melawan hukum.
“Pengalaman pendampingan rekan advokat lainnya karena sebagai salah satu Wakil Ketua DPC PERADI Sidoarjo, saya sering dilibatkan dalam pembelaan terhadap rekan advokat yang bermasalah dalam menjalankan kuasa dari kliennya,” ujar Ben Hadjon.
Ia mengatakan, kasus ini oleh pihak Pemkab Flotim telah dibawa ke ranah hukum (pidana). Karena itu, ia menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang sedang berjalan. Namun demikian, jika ada solusi damai dalam perkara ini maka pengakuan akan alas hak Pemkab Flotim atas tanah tersebut adalah hal yang tidak bisa ditawar. Karena alas hak Pemkab Flotim berdasarkan pada alas hak yang sah secara hukum maupun sengketa di Pengadilan sampai dengan tingkat PK semuanya sudah inkrah,” tutupnya. (AdamBethan/Red)
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami