Kompolnas respons pengaduan Harvido minta pengawasan laporan pemalsuan, Harvido: Kami hanya minta keadilan
Foto : Harvido Rubian
Kupang, GlobalIndoNews – Komisi Kepolian Nasional (Kompolnas) pimpinan Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) meminta Harvido Aquino Rubian untuk segera mengirim persyaratan yang diminta terkait Laporan Polisi Nomor; LP/B/202/VII/2024/SPKT/Polda NTT tanggal 19 Juli 2024 atas dugaan pemalsuan membuat surat dan isinya palsu yang tertuang dalam perjanjian.
Laporan Harvido di Polda NTT telah masuk dalam tahap penyelidikan sesuai informasi yang diperoleh melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Nomor; B/781/XI/2024/Direskrimum Polda NTT tanggal 21 November 2024 yang diberikan kepada Harvido Aquino Rubian alias Buyung.
Dalam surat Kompolnas Nomor; B-2388C/Kompolnas/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 ditandatangani oleh Drs. Arief Wicaksono Sudiutomo selaku sekretaris yang ditandatangani atas nama Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Harvido Aquino Rubian melengkapi persyaratan yakni salinan kartu tanda pengenal advokat (KTPA) kuasa hukumnya, salinan laporan polisi dan salinan surat kuasa.
Surat Kompolnas tersebut merespons surat Harvido Aquino Rubian tanggal 30 November 2024 yang memohon pengawasan Kompolnas atas laporan polisi yang dilaporkan pada 19 Juli 2024 yang saat ini dalam penyelidikan Polda NTT.
Harvido Aquino Rubian yang biasa disapa Buyung saat ditemui media ini Jumat, (10/1/2025) di Kupang membenarkan surat Kompolnas tersebut.
“Benar kami sudah terima surat balasan dari Kompolnas, Kompolnas merespons surat kami dan kami sudah membalas dan melampirkan persyaratan sesuai permintaan Kompolnas”, jelas Buyung.
Buyung minta keadilan atas kasus yang menimpanya di Kupang dan kami mohon Kompolnas untuk mengawasi laporan polisi yang telah dilaporkan di Polda NTT.
Berita acara kesepakatan atau perjanjian yang dilaporkan itu karena perjanjian tersebut tidak ditandatangani oleh Theodoris Rubian, Harvido, Cory dan Rina. Akibat sudah terjadi, semua harta benda berupa tanah, rumah dan ruko disita.
Surat perjanjian yang dibuat itu seolah-olah pihak Harvido berhutang miliyaran rupiah kepada Hendra Hartanto Irawan, padahal tidak ada hutang piutang, tapi yang ada adalah jual beli sebidang tanah.
”Kami tidak berhutang kepada Hendra Hartanto Irawan milyaran rupiah, tapi yang ada itu jual beli sebidang tanah seluas 2 (dua) hektar dan Hendra tidak membayar tahap 3 (tiga) sesuai akta ikatan jual beli dalam PPJB, kami sebagai penjual dan Hendra Hartanto Irawan sebagai pembeli”, jelas Harvido.
Tanah yang dijual memiliki sertifikat hak milik Nomor; 3572 seluas 20.420 M2 dan sertifikat hak milik tersebut masih sah sampai hari ini.
”Tanah itu milik kami 4 (empat orang yakni bapak Theodoris, Harvido, Corintje Loisa Rubian dan Rina Laazar Rubian. Kalau mau buat perjanjian kami berempat harus tandatangan bersama pembeli Hendra Irawan Hartanto. Harta itu milik kami berempat, diperoleh karena warisan setelah mama kami meninggal tahun 2011. Kami semua tidak tandatangan, termasuk pembeli Hendra Hartanto Irawan, yang tandatangan orang lain”, urai Buyung.
Harvido hanya minta keadilan, karena jual beli berubah jadi hutang piutang, sementara Harvido dkk tidak pernah berhutang tapi harta benda semua disita. Disita karena ada akta perdamaian yang bersumber dari perjanjian yang dilaporkan tersebut, perjanjian yang dibuat orang lain.
Menurut Harvido banyak keanehan, ada perjanjian dibuat tanggal 16 tapi tanggal 15 sudah dimuat dalam akta perdamaian. Keanehan lain dalam putusan pengadilan menghukum para pihak yang membuat perjanjian untuk membayar sejumlah uang, tapi yang dilakukan adalah eksekusi rill atas harta benda Harvido, tidak melalui pelelangan. Aneh juga tanah milik sendiri dengan sertifikat hak milik, tapi bapak Theodoris dilapor ke polisi tahun 2020 atas sertifikat hak milik tersebut, yang lapor adalah kuasa hukum dari pembeli.
”Kenapa kami lapor di polisi, karena akibatnya sudah ada atas perjanjian yang dibuat orang lain tersebut. Tanah, rumah dan ruko, juga tanah dua hektar obyek jual beli itu juga mau disita. Pintu rumah dan ruko dijebol, kuncinya dirusak, orang yang tinggal didalam rumah diusir keluar. Ini putusannya apa, yang mereka lakukan apa, heran saya. Kami orang kecil, buta hukum jadi bisa ditipu-tipu dengan leluasa”, jelas Buyung dengan kesal.
”Saya hanya minta keadilan atas masalah yang kami hadapi ini”, ungkap Harvido.
Diberitakan sebelumnya dimedia ini (23/6/2024), Sabar Johnson Situmorang, SH selaku kuasa hukum Hendra Hartanto Irawan tahun 2020 ketika dikonfirmasi media ini melalui telp seluler membenarkan tandatangannya diatas nama Hendra Hartanto Irawan pada perjanjian tanggal 7 Desember 2020.
“Benar itu tandatangan saya memang di Hendra, di Pengadilan tapi kasusnya seperti apa saya tidak tahu lagi. Tanya juga ke Lesly. Lesly kuasa hukumnya disitukan. Untuk tandatangan pak Drs. Theodoris MC Rubian silahkan tanya pada Lesly Lay”, jelas Sabar Johnson.
Sampai dengan berita ini diturunkan, media ini belum berhasil mengkonfirmasi penyelidik/penyidik Polda NTT yang menangani laporan polisi Harvido Rubian tanggal 19 Juli 2024. (TIM/Red)
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami