Launching Secara Adat, Buku Sejarah Lembata di Hadakewa
LEMBATA, GlobalIndoNews – Berdasarkan agenda Diaspora Lembata-Jakarta, Buku karya Jurnalis dan Penulis anak tanah Lembata, Thomas Ataladjar bertajuk, “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya”, akhirnya di Launching secara adat dan budaya di Hadakewa, kota sejarah yang kini menjadi Ibukota Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Rabu, (11/10/2022).
Kenapa harus di Hadakewa? Thomas Ataladjar, Penulis buku sejarah itu menjelaskan sebagaimana ketika Konferensi Pers dengan para Wartawan, pilihan lokus Lanunchirng buku secara adat di Hadakewa, karena di tempat bersejarah ini, dipancangkan tonggak awal Sejarah Perjuangan Rakyat Lembata, dengan mendeklarasikan Statement 7 Maret 1954 yang monumental itu.
Di tempat bersejarah ini, Rakyat Lomblen bulatkan tekad, untuk berdiri sendiri, berpemerintahan sendiri, terlepas dari kekuasaan Swapraja Larantuka dan Adonara serta bebas dari sistem Paji Demong yang jadi momok rakyat Lomblen.
Menurut Thomas Ataladjar yang banyak menulis buku sejarah di Indonesia itu, karena di tempat bersejarah ini, dikumandangkan cita-cita Perjuangan Rakyat Lembata kita yakni, Lembata yang bebas dari Kemiskinan, Kemelaratan, Kebodohan, Keterbelakangan dan Keterisolasian, menjadi sebuah Lembata baru yang Sejahtera, Aman, Maju, Berdaya Saing, Berprestasi, Mandiri, dan Bermartabat.
“Kita boleh bangga karena memiliki satu barisan Pejuang Lembata, yang sejak dicetuskannya Statement 7 Maret 1954 hingga tahun 1999 bahu membahu berjuang tanpa pamrih, berhasil menghantarkan Lembata meraih otonominya, dengan ditetapkannya Lembata resmi jadi kabupaten pada Oktober 1999”, ungkap Thomas Ataladjar.
Buku ini sesungguhnya juga mau mengabadikan jejak sejarah panjang Perjuangan Rakyat Lembata serta latar belakangnya, dalam memperjuangkan otonominya dan menjadikannya monumen tertulis, yang senantiasa menggaungkan kembali gema-gema
indah, langkah-langkah heroik perjuangan panjang tersebut.
Visi, Misi, Dasar, dan Cita-cita Perjuangan Rakyat Lembata yang ditanam para pejuang Lembata dan diperjuangkan selama berpuluh tahun tersebut, perlu ditulis dengan tinta emas dalam sebuah buku Sejarah Lembata secara wajar.
Hadakewa menyimpan sejarah masa lalu tentang nusa Lomblen alias Lembata yang tetap hidup dan terpatri dari generasi ke generasi sampai lahirlah generasi bangsa angkatan “otonomi” yang berhasil “memproklamirkan kemerdekaan” Kabupaten Lembata (12 Oktober 1999) telepas dari yuridiksi Kabupaten Flores Timur, dan kemudian lahirlah generasi masa kini yang visioner, dedikatif dan solutif seperti tokoh kharismatik dibalik perjuangan oronomi Lembata Anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem Dapil Papua H. Sulaeman L Hamzah yang meramu kepingan sejarah Lomblen bernuansa tutur menjadi sebuah dokumen dalam bentuk buku yang digarap oleh wartawan sekaligus penulis Thomas Atalajar agar kepingan sejarah itu tak tenggelam begitu saja bersama berlalunya waktu.
“Seremonial adat itu menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Tetapi jauh lebih penting daripada itu adalah seremonial dalam budaya adat Lamaholot dilakukan untuk memberi bobot kekuatan inspirasi yang lebih dominan sekaligus memberi muatan moral, semangat agar menjadi kepenuhan harapan bagi semua orang masyarakat Lembata,”jelas Dr. Goris Lewoleba Dosen di Jakarta ini.
Dr. Goris mengatakan, catatan penting adalah buku ini akan menjadi sejarah resmi Lembata, tidaklah cukup hanya dengan menerbitkan buku, harus ada dokumen pendukung yang menjadi kompas moral dan edukasi bagi generasi yang akan datang karena.
Menurut Dr Yoseph Yapi Taum, Sastrawan dan Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang disampaikan sehari sebelumnya dalam jumpa pers bahwa sejarah tentang tanah Lembata termasuk perjuangan otonomi, selama ini masih berupa tuturan lisan, belum ditulis sebagai repsentatif sejarah secara akademis.
Tulisan Thomas Atalajar dalam buku “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya” menjadi penanda penting Lembata memasuki fase historis sekaligus menjadi official history karena tentang sejarah Lembata yang beredar selama ini masih parsial dan berasal dari pikiran sendiri-sendiri.
Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa ketika memberikan sambutan mengatakan “hari ini kita datang ke sini karena masa lalu”, meskipun kehadiran warga Lembata saat ini di sini masih kalah jauh dengan warga yang hadir pada pertemuan yang digagas Guru Gute Betekeneng kala itu di 7 Maret 1954 yang diperkirakan berjumlah sekitar 300 orang.
“Sejak pertemuan itu tidak ada lagi perbedaan di sini. Tidak ada lagi Paji dan Demong. Saya memberikan apresiasi kepada orang Lembata yang saat itu sudah berpikir otonomi sebelum NTT dibentuk, 1958. Guru Gute dan orang-orang masa itu (orang Lembata-red) sudah berpikir untuk “merdeka” 1954,” tegas Marsianus Jawa.
Terhadap launcing buku sejarah Lembata, Penjabat Bupati Lembata, Marsianus Jawa memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada H. Sulaeman Hamzah dan Thomas Ataladjar serta warga diaspora Lembata yang sangat luar biasa yang telah melahirkan buku tentang sejarah Lembata yang akan menadi dokumen penting tanah Lembata.
Mengutip pengakuan Bang H. Sulaeman Hamzah, Marsianus Jawa mengatakan bahwa selama 22 tahun berotonomi baru kali ini Pemda Lembata menyambut warga diaspora, terhadap hal itu dirinya mengucapkan terima kasih.
Ia juga mengajak warga diaspora sekalgus juga masyarakat Lembata untuk jangan melupakan bahwa Lomblen ini ada di Hadakewa sesuai dengan sambutan Guru Gute Betekeneng dalam tulisan tangannya setebal 7 halaman. “Ini sangat luar biasa. Saya ajak pimpinan dan perangkat daerah untuk membaca dan menceritakan isi buku ini,” tegas Marsianus Jawa.
Launching buku itu dihadiri putra-putri pencetus otonomi Lembata. Diantaranya putra Guru Gute Betekeneng, Mans Kayluli Betekeng dan Letkol. Fidelis Betekeng. Hadir juga para Camat se-Kabupaten Lembata, RD Blas Keban, Anggota DPR RI Dapil Papua H. Sulaeman Hamzah, Dr. Goris Lewoleba, Dr. Yoseph Yapi Taun, Vian Burin dan sejumlah masyarakat Lembata.
Kehadiran H. Sulaeman Hamzah di tanah Hadakewa memberikan nuansa positif. Betapa tidak, menurut Camat Lebatukan Moses Museng bahwa sosok H. Sulaeman Hamzah yang selama ini hanya didengarnya dari tuturan dan cerita orang, benar-benar hadir secara fifik di bumi 7 Maret Hadakewa Lebatukan. “Trima kasih Bapak H. Sulaeman Hamzah yang sudah sudih datang ke Lembata,” tutur Moses Museng. (WN/*/tim/Red)
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami
di www.globalindonews.com