”Memburu Keadilan”, Kisah Pilu Harvido Aquino Rubian

Oplus_131072

 

Kupang, GlobalIndoNews – Cerita pendek ini diberi judul ”memburu keadilan”. Cerita ini mengisahkan perjuangan Harvido Aquino Rubian, biasa disapa Buyung.

Buyung berjalan seperti dalam senyap menekan diantara tangan raksasa Yama. Yama dengan mulut terbuka lebar menganga, ketika semua penjuru telah diduduki.

Buyung merasa seperti peluru buta yang sedang ditembakkan pada diri dan keluarganya. Dirinya bertahan sambil menanti balasan dari Tuhan atas doa yang dipanjatkan.

Redaksi media Global Indo News yang menemui Harvido Aquino Rubian Sabtu, (1/6/2024), di Kupang, Buyung mengisahkan perjuangan yang dihadapi oleh dirinya, dari pagi ke pagi berikutnya.

Berjalan sambil membayangkan sejengkal didepan adalah jurang dan seperti seekor cicak yang terjatuh tiba-tiba.

Membayangkan pula si kecil Risero Luis dan Jane pujaan hatinya. Yang ikut larut dalam sedih. Si kecil tak habis pikir gerombolan manusia yang datang dan mengepung ayah dan rumahnya.

“Jagat ini seluas rasa sedihku”, ungkap Buyung kala itu.

Mimpi-mimpi bertumpukan seperti mengarah ke satu peti mati, dari celah kakiku kini menyelip putih bulir pasir, pasir beribu, kering, dan sedikit berbatu.

Buyung yakin, Tuhan hadir dan akan memeluk seluruh ciptaan dengan Kasih-Nya.  

Sekian lama Buyung memanggil-manggil nama Tuhan, terus-menerus mengetuk pintu rumah-Nya. Ketika pintu terbuka, Buyung pun terhenyak dan menyadari sesungguhnya selama ini aku telah mengetuk pintu dari dalam rumahku sendiri.

Bagi Buyung, Tuhan dekat, namun jemari tak pernah benar-benar
menyentuh raga-Nya yang kudus.

Kini Buyung datang ke bilik-Nya, membuka pintu yang usang dengan sarang laba-laba yang akan menjeratnya.

Sosok Buyung dalam cerita ini, dianggap belum bisa menerima ”musibah” yang dihadapi dirinya dipusaran perebutan harta benda miliknya.

Buyung menyebut harta bendanya yang direbut, pada harga pasar, dengan angka yang fantastis sekitar Rp179,466,000,000.- (seratus tujuh puluh sembilan milyar empat ratus enam puluh enam juta rupiah).

Dari harga NJOP senilai Rp25,638,000,000.- (dua puluh lima milyar enam ratus tiga puluh delapan juta rupiah).

Jual beli berubah jadi hutang piutang?

“Jika memang engkau memberiku cobaan yang seberat ini, aku menyerah, aku tidak sanggup lagi Tuhan…” lirih lelaki 41 tahun dengan raut memucat diwajahnya malam itu.

Tapi…Harvido tak berhenti berdoa.

Buyung mengisahkan, selalu mengandalkan Tuhan, selalu libatkan Tuhan dalam semua hal.

Oleh istrinya, Arni Mboro menyebut Buyung adalah sosok penyayang.

“Dia penyayang, sekalipun dia disakiti tapi dia selalu diam dan memaafkan, selalu mendoktrin pikiran dengan hal-hal baik pada keluarganya”, sebut Arni. 

Buyung sempat kaget dan hilang sebagian memori disaat ayah tercintanya Theodoris Rubian meninggal dunia 2021 silam.

Dan lebih kaget lagi saat mereka-mereka itu datang tanggal 5 April hendak taksasi rumah tempat tinggalnya, dia berdiri paling depan dan melawan.

Menurut Buyung, “rumah tinggal ini tidak pernah dijaminkan pada pusaran hutang piutang yang dibuat itu. Mereka datang tanpa surat apapun, saya protes”, sebut Buyung.

Dari tanggal 5 April, Buyung keliling mencari perlindungan hukum pada orang-orang yang mengerti hukum, tapi Tuhan masih mengujinya.

“Sampai di titik tanggal 27 malam itu”, urai Buyung mengingatkan.

Ketemu dengan orang-orang yang bersedia membelanya.

Malam itu disebuah kafe di kota Kupang kami bertemu. Tuhan memberi petunjuk dan mengutus orang untuk membantu saya yang sedang dibuat menderita.

“Tuhan pertemukan saya dengan Firma Hukum ABP”, kisah Buyung.

Tanggal 3 Mei gerombolan itu datang lagi dan kemudian pulang. Mereka ketemu dengan pak Akhmad Bumi, ibu Yupelita Dima, Ayub Codey.

Mereka datang sekitar 27 menit, berbeda dengan tanggal 5 April yang datang hingga 6-7 jam, ungkapnya.

Kejadian tanggal 3 Mei, Buyung percaya kalau Tuhan ada bersamanya. Buyung percaya masih ada orang-orang baik dan adil. Tuhan itu bijaksana.

Semangat baru lahir kembali setelah Tuhan mengutus orang-orang ini.

Dalam doa dengan air mata yang selalu dilakukan dan satu ucapan Buyung.. ‘Tak sampai tergeletak’, ungkap Arni.

Buyung berharap sentuhan Kasih Tuhan pada dirinya dan untuk selamanya.

”Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata, kusimpan kasih-Mu dalam dada, Tuhan”, sebut Buyung dalam doa.

Hari-hari itu, dari tiga tahun silam sejak kepergian ayah tercintanya almarhum Theodoris MC Rubian ke-sisi Tuhan, Harvido tidak seperti layaknya orang lain yang bisa ketawa lepas.

Harvido dengan malangnya berjalan pelan dengan tubuhnya yang penuh beban, ia tidak mengeluarkan satu kata pun, yang dilakukan lelaki ini hanya menunduk dengan mata berkaca-kaca.

Tapi berbeda dengan hari itu. Hari ini Harvido sudah bisa berjalan, cahaya lampu sedikit terang.

“Keluar sekarang….” teriak seorang wanita paruh bayah dengan wajah memerah saat itu.

”Jangan menunduk anak ganteng….” kata teman Harvido disebelahnya. “engkau harus melawan seluruh bentakan ketidakadilan,” sambung lelaki itu.

Harvido benar-benar muak dengan seluruh bentakan ketidakadilan, ejekan dan perkataan yang membuatnya lelah dan lesu.

“Apakah aku masih pantas disayang oleh mu?” Tanya Harvido dengan bibir bergetar pada kekasih disampingnya.

Wanita paruh bayah dengan pelan memutar badannya dan menghadap ke arah Harvido dan berkata, “ingat Risero Luis dan Jane pujaan hati kita”.

Kemana Risero Luis dan Jane tinggal, jika rumah ini berhasil dirampok? Harus tegar sayang!, kata Arni pujaan Buyung.

Semenjak kejadian menyedihakn itu, lelaki ini menjadi emosi dan suka membentak anaknya dengan masalah yang tidak penting.

“Jangan sedih. Sedih itu tidak penting.!” Kata Arni yang hendak menghapus kesedihan Harvido.

“Aku butuh keadilan?. ”lagi-lagi pernyataan itu keluar dari mulut Harvido.

Wanita paruh bayah itu hanya tersenyum kecut ,” apa keadilan?

Masih bisa berkata seperti itu setelah kejadian yang membuat keluarga kita hancur? Kita ditipu orang pintar, pejabat-pejabat itu…”, kata perempuan itu.

“Ayah tidak salah…” balas Buyung terduduk lesu dikursi.

Semenjak kejadian itu, nama Theodoris MC Rubian yang biasa disapa pak Doris menjadi perbincangan warga sekitar, beransur baik.

Memang benar kecelakaan yang menimpah kita karena kesalahan ”keadilan itu”. Keadilan tapi tidak adil.

Namun semua sudah takdir, tidak ada yang bisa melawan takdir.

Ayo bangun dan kita ”memburu keadilan”. Mencarinya sampai dapat.

“Akhh.. maafkan saya Ayah, semoga ayah bahagia disana. Aku meneruskan jalan ini hingga saya mendapatkan keadilan itu.

Ayah, tuntunlah saya, Arni, Risero Luis dan Jane dengan caramu dialam sana. Ayah aku rindu denganmu. (Redaksi)

———————

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau  berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com 

Kunjungi juga kami

di www.globalindonews.com