Menghindari Gratifikasi, Piter Bala Wukak Tolak Berangkat Studi Banding di Kamojang
Lembata, GlobalIndoNews – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Atadei, dengan kapasitas 10 megawatt (MW), di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur terus menuai protes.
Kali ini anggota DPRD Lembata dari Fraksi Partai Golkar, Petrus Bala Wukak kepada media ini Selasa (16/7/2024) mengatakan, ia menolak tidak ikut dalam rombongan studi banding panas bumi di Kamojang, Jawa Barat.
Menurut Piter, karena semua tiket pergi pulang di tanggung oleh PT PLN (Persero) yang akan berinvestasi panas bumi di Atadei sebesar Rp1 Triliun lebih yang merupakan proyek strategis nasional.
”Sebagai pejabat Daerah (DPRD), saya lakukan penolakan untuk menghindari adanya dugaan tindak pidana gratifikasi atau pemberian hadiah sebagaimana tercantum dalam UU Tindak Pidana korupsi Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2021”, jelasnya.
Lanjut Piter, terkait dengan keberangkatan masyarakat pemangku ulayat itu merupakan sebuah kewajiban bagi pihak PT PLN (Persero) untuk memfasilitasi demi tersajinya informasi yang aktual dan berimbang dilokasi. Tapi sebagai pejabat di daerah, kita selalu hati-hati terkait penyediaan tiket dan fasilitas lainnya oleh lembaga lain baik swasta maupun BUMN/BUMD.
Abdul Nahwan, General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra), menyatakan pentingnya keberadaan PLTP Atadei untuk memberikan manfaat besar bagi masyarakat Lembata di masa depan.
“PLN siap berkontribusi dalam menyediakan listrik yang ramah lingkungan bagi masyarakat setempat,” kata Abdul dikutip www.rri.co.id.
Mahasiswa di Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Ampera) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur NTT dan Kantor DPRD NTT menolak proyek tersebut beberapa waktu lalu.
Ampera menilai penetapan lokasi geotermal di Flores hingga Lembata “tidak ramah sosial dan tidak ramah lingkungan,” sehingga mendapat penolakan dari warga seperti yang terjadi di sejumlah lokasi, seperti di Wae Sano dan Poco Leok, keduanya di Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai.
Iming-iming pemerintah dan PT PLN bahwa proyek-proyek geotermal ini membawa kesejahteraan dan lapangan kerja, menurut Ampera, tidak sesuai fakta.
Mereka merujuk pada PLTP yang sudah beroperasi di Ulumbu, Kabupaten Manggarai dan Sokoria di Kabupaten Ende yang “hanya menyisakan kesengsaraan bagi kelangsungan hidup masyarakat”.
Mereka juga menyebut proyek geotermal di Mataloko yang gagal berulang, membuat pemukiman masyarakat yang radiusnya tiga kilometer dari lokasi geotermal harus mengganti seng tiga kali dalam setahun.
Produktivitas lahan pertanian dan perkebunan juga menurun setelah adanya aktivitas pengeboran panas bumi, kata mereka. (TIM/Red)
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami