Miskonsepsi Ferienjob dan Tantangan bagi Indonesia-Jerman
Oleh: Achmad Zulfikar, S.IP., M.Si., M.H. *)
Beberapa waktu belakangan ini lini media sosial sedang diramaikan dengan terungkapnya modus penyaluran mahasiswa untuk magang di Jerman berkedok ‘Ferienjob’ yang berujung dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Hal ini hampir sama dengan penyaluran Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural yang juga mengalami nasib serupa menjadi korban TPPO akibat rendahnya informasi yang diterima oleh masyarakat.
Sebelum melanjutkan, mari kita mengenal apa itu Ferienjob yang sedang hangat diperbincangkan. Dikutip dari situs web KBRI Berlin, Ferienjob menurut aturan pemerintah Jerman diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Ordonansi Ketenagakerjaan Jerman (Beschäftigungsverordnung / BeschV) yang menyatakan bahwa Ferienjob dilakukan hanya pada saat “official semester break” atau libur semester yang resmi. Sesuai kelaziman yang ada, khususnya dalam kalender akademik Indonesia, libur panjang antar–semester resmi di Indonesia lazimnya dilakukan pada pertengahan tahun.
Selanjutnya, Ferienjob bertujuan untuk mengisi kekurangan tenaga kerja fisik di berbagai perusahaan Jerman dan hanya untuk mengisi masa liburan semester mahasiswa dengan bekerja dan mendapatkan uang tambahan. Pengalaman budaya dan perolehan keterampilan bahasa bukanlah fokus dari Ferienjob.
Sehingga, pemberi kerja (perusahaan Jerman) yang merekrut peserta Ferienjob mengharapkan komitmen dan kinerja yang sama seperti halnya pegawai tetap mereka. Adapun masa kerja Ferienjob sesuai peraturan pemerintah Jerman mengatur maksimum 90 hari dalam jangka waktu dua belas bulan selama liburan semester di negara asal dan tidak dapat diperpanjang.
Adapun miskonsepsi terhadap Ferienjob ini dialami oleh setidaknya 1.047 mahasiswa yang menjadi korban kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pengiriman program magang mahasiswa ke Jerman melalui Ferienjob. Terdapat 33 perguruan tinggi di Indonesia yang tergabung dalam program yang disosialisasikan oleh PT CVGEN dan PT SHB yang saat ini telah masuk ke penyidikan Kepolisian.
Berbagai laporan pengaduan telah diterima perwakilan RI di Jerman yang disampaikan oleh sejumlah mahasiswa peserta Ferienjob dan perwakilan kampus terkait permasalahan yang dihadapi seperti: kontrak antara peserta dan agen penyalur hanya ditulis dalam bahasa Jerman tanpa terjemahan; ketidakjelasan jenis pekerjaan dan tempat kerja masing-masing peserta sebelum berangkat ke Jerman; kontrak kerja antara peserta dan pemberi kerja tidak disampaikan sebelum peserta tiba di Jerman.
Selanjutnya, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan informasi yang diberikan oleh pihak agen rekrutmen; peserta tidak kunjung disalurkan ke pemberi kerja setelah tiba di Jerman, dan tanpa kejelasan waktu kapan bisa mulai bekerja; pemutusan kontrak kerja sepihak; pengaturan akomodasi yang tidak jelas; tantangan dan risiko yang akan dihadapi di Jerman (kondisi kerja, finansial, sosial) tidak dijelaskan secara transparan kepada calon peserta sejak awal.
Kemudian, permasalahan penggajian; ketidaksinkronan masa berlaku visa dengan jadwal keberangkatan dan/atau kepulangan sehingga peserta harus mengeluarkan biaya untuk penjadwalan ulang tiket pesawat;
mengalami sakit, kelelahan fisik maupun mental, dan dirawat di Rumah Sakit akibat pekerjaan manual yang terlalu berat;
diskriminasi terhadap mahasiswi yang menggunakan atribut keagamaan tertentu; serta ketidakjelasan mengenai pungutan/fees yang dipungut oleh agen di Indonesia/Jerman.
Kemendikbutristek RI melalui surat No. 1032/E.E2/DT.00.05/2023 telah mengimbau Perguruan Tinggi di Indonesia untuk menghentikan keikutsertaan dalam Ferienjob, baik yang sedang berlangsung, maupun yang akan berlangsung. Kementerian menyampaikan bahwa ditemukan indikasi pelanggaran terhadap para mahasiswa yang mengikuti Ferienjob dan dalam pelaksanaan Ferienjob tidak terjadi aktivitas yang mendukung proses pembelajaran bagi Mahasiswa yang mengikuti kegiatan tersebut, namun justru banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak Mahasiswa. Ferienjob juga tidak memenuhi kriteria untuk dapat dikategorikan dalam aktivitas Merdeka Belajar, Kampus Merdeka (MBKM).
Miskonsepsi Ferienjob dan minimnya pengetahuan mahasiswa yang melibatkan diri dalam Ferienjob beserta berbagai laporan yang telah diadukan ke perwakilan Indonesia di Jerman tentu perlu ditanggapi serius oleh kedua belah pihak yakni pemerintah Indonesia dan pemerintah Jerman agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Pemerintah Indonesia melalui berbagai pihak terkait perlu melakukan pengawasan ketat terhadap pengiriman magang kerja ke luar negeri.
Selanjutnya, bagi pemerintah Jerman termasuk perwakilan pemerintah Jerman di Indonesia perlu melakukan langkah preventif dengan melakukan sosialisasi kepada perguruan tinggi maupun masyarakat Indonesia secara umum mengenai program-program ketenagakerjaan yang ada di Jerman agar miskonsepsi Ferienjob tidak terulang kembali.
Terakhir, bagi perguruan tinggi peserta Ferienjob kiranya kasus ini menjadi pelajaran berharga untuk lebih selektif dan proaktif untuk mencari informasi peluang-peluang yang ditawarkan kepada mahasiswa. Hal ini menuntut kecermatan dari para pihak agar program seperti MBKM dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan awalnya yakni memberikan pengalaman belajar, bukan justru menjadi pengalaman traumatik bagi peserta didik.
*) Penulis adalah Direktur Eksekutif Center for Digital and Global Studies (CERDIGS) dan Dewan Manajerial
————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com