Pahung Wa’ Versi Nelayan Wisata
Oleh: Ibrahim Paokuma, Pemerhati Warga Desa Tobotani
Setiap kita pasti tahu bahwa ketika orang berbondong-bondong ke Pahung Wa’, berarti ada sesuatu yang beda, unik dan indah hadir ditengah-tengah kerisauan.
Pahung Wa’, bahasa edang yang dalam bahasa Indonesianya “Batu Terapung”, dikelilingi estetika dan panorama indah yang menakjubkan. Sesepuh mengartikan demikian oleh Wahyudin Mangu Ketika dikunjungi, Senin (13/03/2023).
Disini kita bahasakan saja “Wa’bao” yang konon katanya dahulu menjadi tempat berlibur para nelayan dalam memancing ikan alias (tempat nginap), oleh setiap generasi nelayan.
Nelayan dari pelosok manapun selalu sempatkan waktu untuk bertahan dan nginap disekitaran Wa’bao itu. Karena, selain keindahan alam yang membentang di Wa’bao lah tempat nelayan mendapatkan ikan, sebut saja ikan (momar).
Kami nelayan merasa nyaman dengan keindahan ketika nginap di Pahung Wa’ atau Wa Bao yang selain pesona batu yang terapung Wa’ Bao juga dikelilingi lautan yang luas serta dihiasi pasir putih yang bersih.
Pahung Wa’ juga berada ditengah-tengah perbatasan desa Tobotani dan desa Bean.
Disini kita coba tidak permasalahkan hak wilayah keduanya. Namun, yang kita ceritakan bagaimana tempat yang indah itu kita jadikan sebagai pemanfaatan kedua desa tersebut.
Akhir-akhir ini kami mendengar banyak pengunjung ke tempat itu, Pahung Wa’, entah, mungkin karena pesona pasir putih dan terapungnya batu sehingga membuat pengunjung tertarik dan tak bosan-bosan silahturahmi setiap akhir pekan.
Kalau dilihat secara bijak UU Nomor: 10 Tahun 2009, selanjutnya disingkat UU Kepariwisataan Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
Sehingga kalau pun terjawab tinggal saja diatur yang baik dengan komunikasi yg Intens. Itu kami harapkan sebagai masyarakat yang kepingin sekali sesuatu yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.
Semogah tulisan ini menjadi bahan referensi untuk mengingatkatkan kita semua bahwa jangan hanya karena perkara ego hingga memutuskan distributor kesejahteraan bersama. Kesini biar tahu cara memotret.[]
———————
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com
Kunjungi juga kami
Muhammad nur walanda
Maret 14, 2023 @ 12:45 am
Yg lebih UNIK nya itu, , kamu para foto graoher, KOK tidak memotret (katanya) waq bao / batu terapung itu dari obyek ketingian supaya kiranya secara keseluruhan waq bao bisa dilihat MINIMAL seliruhnya.
Polemik waq bao sampe kini, kita belum melihat secara keseluruhan panorama disana.