Perppu UU Ciptaker dan Impeacment Presiden

IMG_20221218_104808

 

Oleh Akhmad Bumi

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat formil. Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Kamis tanggal 25 November 2021, Amar Putusan MK dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan pemohon;

“Menyatakan  pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan’. Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini”.

Sifat final dan mengikat (final and binding) dalam putusan MK menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menjatuhkan setiap putusan.

Frasa “final” ditemukan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan; “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”

Frasa “final” ditemukan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkmah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2014.

MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

  1. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  3. memutus pembubaran partai politik
  4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

Maksud putusan MK bersifat ”final” bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Tidak bisa dianulir oleh siapapun termasuk Presiden.

Sifat final dalam putusan MK mencakup kekuatan hukum mengikat (final and binding). Jadi, akibat hukumnya, tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh terhadap putusan tersebut kecuali menjalankan amar putusan MK.

Sementara, sifat “mengikat” bermakna putusan MK tidak hanya berlaku bagi para pihak (pemohon dan termohon) tetapi bagi seluruh warga masyarakat Indonesia.

Tidak ada pilihan lain selain menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Telah tertutup bagi segala kemungkinan untuk menempuh upaya hukum setelahnya karena putusan MK bersifat final dan mengikat.

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Presiden telah menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi dengan Perppu tersebut.

Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional secara bersyarat gugur usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (detik.com 30/12/2022).

Dengan Perppu dan pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md tersebut membuat Putusan Mahkamah Konstitusi RI tidak lagi bersifat final dan mengikat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU Mahkamah Konstitusi.

Apakah penerbitan Perppu oleh Presiden Jokowi tersebut dipandang melanggar Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkmah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2014?. Atau Presiden Jokowi telah melakukan pembangkangan pada konstitusi negara (UUD 1945)?.

Penilaian pembangkangan atau pengkhianatan pada UUD 1945 dan UU atau tidak hanya dapat dinilai oleh MPR RI dengan mekanisme yang berlaku.

Jika terbukti Presiden melakukan pembangkangan atau pengkhianatan pada UUD 1945, MPR dapat melakukan impeacment berdasar Pasal 7A, 7B, dan 24C ayat (2) UUD 1945. Pejabat yang dapat diimpeacment adalah Presiden, Wakil Presiden,  Presiden dan Wakil Presiden.

Impeacment merupakan sarana memberhentikan seorang presiden atau wakil presiden sebelum masa jabatan berakhir.

Alasan pemberhentian Presiden oleh MPR RI berdasar pasal 7A UUD 1945 menjelaskan sebagai berikut;

”Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.

Dari bunyi pasal di atas, disimpulkan bahwa pemberhentian presiden oleh MPR dilakukan atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Hamdan Zoelva dalam buku Impeachment Presiden (hal. 51) mengemukakan dua alasan presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, yaitu:

  1. Melakukan pelanggaran hukum berupa:
    1. Penghianatan terhadap negara;
    2. Korupsi;
    3. Penyuapan;
    4. Tindak pidana berat lainnya; atau
    5. Perbuatan tercela.
  2. Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden Indonesia keempat di Impeachment oleh MPR pada pada 23 Juli 2001.

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dianggap melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Itulah menjadi dasar Gus Dur diberhentikan oleh MPR dari Presiden RI.

Terkait Perppu Ciptaker 2022, apakah di Impeachment Presiden? Sangat tergantung kehendak MPR RI.[]

———————

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau  berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com

Kunjungi juga kami

di www.globalindonews.com