Putusan MA: Lukai Akal dan Kecerdasan

Oplus_131072

 

Oleh: Hamid Awaludin, Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia

LUKA akal kecerdasan dan kesadaran konstitusionalitas kita belum pulih benar lantaran Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2023.

Ketika itu, MK melalui pat gulipat ketuanya, Anwar Usman, dengan gemilang mengubah persyaratan undang-undang mengenai batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden.

Semula, syarat minimal adalah 40 tahun. MK mengubahnya dengan norma baru, boleh di bawah 40 tahun asal pernah atau sedang menduduki jabatan yang diproses melalui pemilu, termasuk jabatan kepala daerah.

Maka, melengganglah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden.

Kini, luka akal kecerdasan dan kesadaran konstitusional kita, kembali menganga lebar. Tak tersembuhkan.

Mahkamah Agung (MA) hari Rabu, 29 Mei 2024, memaklumatkan putusannya yang sungguh-sungguh di luar kemampuan nalar untuk memahaminya.

Ketentuan baku menurut peraturan yang ada, batas minimum usia calon gubernur/wakil gubernur adalah 30 tahun terhitung sejak tanggal dan hari penetapan calon.

MA memutuskan dari titik hitung sejak ditetapkan jadi calon, menjadi sejak dilantik.

Lalu, kecambah asumsi dan sak wasangka pun kian menebar ke mana-mana. Putusan MA tersebut dianggap sebagai titian efektif yang didesain dari awal, agar memuluskan jalan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi, maju menjadi calon gubernur atau wakil gubernur.

Kaesang akan berumur 30 tahun pada Januri 2025, tatkala terjadi pelantikan gubernur/wakil gubernur terpilih. Pada saat penetapan calon, Kaesang belum berusia 30 tahun.

Apakah sak wasangka dan asumsi tersebut salah? Sama sekali tidak. Orang mengacu pada putusan MK yang meloloskan Gibran menjadi calon wakil presiden dengan pelbagai kiat dan dalih.

Lalu, publik pun dengan jenaka dan sinis berkata: putusan MA hari Rabu tanggal 29 Mei 2024 itu, adalah putusan copy paste dari putusan MK 2023.

Copy paste dari perspektif cara, proses dan motif: menggolkan kepentingan orang per orang. Bukan kepentingan bangsa. Copy paste dari alur pikir yang defisit dengan akal sehat dan bangkrut akal kecerdasan.

Penafsiran tersebut sangat sah karena dari awal, nampak sekali ikhtiar mendesakkan Kaesang untuk menjadi figur politik.

Hanya tiga hari setelah menjadi anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI), ia pun didapuk menjadi ketua umum partai tersebut.

Telepas dari motif memberi keuntungan kepada orang sebagai individu tertentu, putusan MA tersebut sungguh-sungguh melukai akal waras kita.

Pokok soal adalah ikhwal batas usia minimal untuk menjadi calon gubernur atau wakil gubernur. Pemilihan kepala daerah itu adalah proses, sementara batas usia minimal adalah syarat.

Di mana-mana dalam masyarakat beradab dengan topangan akal waras, persyaratan itu selalu berada di awal proses. Bukan di akhir proses.

Aturan KPU mengenai batas usia minimal itu adalah awal proses karena ditempatkan pada tahap penetapan calon. Artinya, calon tersebut belum mengikuti kontestasi. Baru hendak ikut pertandingan, karena itu, ada syaratnya.

MA menjungkirbalikkan logika kewarasan kita semua. Lembaga hukum kita ini membuat persyaratan setelah pertandingan usai, yakni, minimal berusia 30 tahun yang dihitung sejak pelantikan.

Bagaimana mungkin persyaratan ditempatkan pada akhir dari proses panjang?

Mengapa persyaratan itu harus ditempatkan di awal proses panjang, bukan di akhir? Supaya kontestasi itu fair dijalankan. Semua orang yang ikut kontestasi memiliki peluang yang sama agar kompetisi dilangsungkan secara adil.

Bila persyaratan ditempatkan setelah pertandingan usai, maka itu tidak boleh dianggap persyaratan untuk ikut kontestasi, tetapi persyaratan untuk selebrasi kontestasi. Ini dua hal yang berbeda, Bung!

Berikutnya, undang-undang apa yang dilabrak peraturan KPU tentang persyaratan usia minimal pada saat penetapan calon? Kan tidak ada peraturan KPU mengenai hal ini, yang bertentangan undang-undang apa pun.

Bukankah uji materi peraturan di bawah undang-undang yang berada di bawah yurisdiksi MA, parameternya adalah peraturan tersebut bertentangan atau tidak sejalan dengan undang-undang?

Cara pandang inilah yang membuat kita ragu, apakah putusan MA tersebut sejatinya memang demi keadilan atau demi keuntungan orang tertentu?

Kini, di daerah-daerah, menjelang pemilihan kepala daerah, marak sekali politik dinasti. Ada bupati/wali kota yang ingin menjadi gubernur, lalu yang menggantikan dirinya menjadi wali kota atau bupati, adalah isterinya.

Ada juga yang mendesakkan anak-anaknya. Isteri dan anak-anak sama sekali tidak memiliki modal dan investasi sosial.

Bagi mereka, tidak ada yang salah dengan politik dinasti sekarang. Standar moral dan etika pun sudah tidak perlu dijadikan acuan. Yang penting, peruntungan harus diperoleh dengan cara apa pun.

Semua itu terjadi karena acuannya dari Jakarta. Daerah-daerah hanya mengikuti contoh dari atas.

Proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024 lalu dianggap sebagai buku panduan sakral yang mutlak diikuti.

Apalagi bila kelak Kaesang memang terbukti maju sebagai gubernur atau wakil gubernur dalam Pilkada 2024. Kian sempurnalah anggapan dan praktik politik dinasti yang menerjang prinsip-prinsip moral dan etika.

Lantas, apa gunanya kita menyelenggarakan pemilihan pemimpin yang tidak didasari dengan prinsip moral dan etika?

Sumber utama legitimasi kepemimpinan adalah prinsip moral dan etika. Kewibawaan pemimpin ditentukan oleh kedua pilar tersebut.

Semua faktor yang melegitimasi dan membuat seorang pemimpin berkharisma, akan rontok bila prosesnya disoal.[]

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Putusan MA: Lukai Akal dan Kecerdasan”.

———————

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau  berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com 

Kunjungi juga kami

di www.globalindonews.com