H. Deani T. Sutjana Berharap Pengadilan Negeri Kupang Jangan seperti Pasar Gelap Lakukan Jual Beli Perkara

H. Deani T. Sutjana Berharap Pengadilan Negeri Kupang Jangan seperti Pasar Gelap Lakukan Jual Beli Perkara

 

Jakarta, GlobalIndoNews – Sita eksekusi atas obyek rumah dan bangunan milik Drs. Theodorus Rubian diduga bermasalah dan melanggar hukum. Enam obyek yang diletakkan sita eksekusi tidak terbaca dalam putusan Nomor; 252/PDT.G/2020/PN.Kpg. Lantas apa dasar Pengadilan Negeri Kupang lakukan sita eksekusi?

Permohonan eksekusi oleh pemohon harus lampirkan dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dan putusan itu dilihat apa bunyinya. Ada tidak perintah hakim atas obyek-obyek yang di sita eksekusi tersebut? Sita eksekusi obyek tidak berdasarkan kemauan pemohon, tapi berdasarkan putusan hakim. Putusan yang jelas dan lengkap dan sudah berkekuatan hukum tetap.  

Hal itu disampaikan Ketua Umum Laskar Anak Bangsa Anti Korupsi (LABAKI), H. Deni Sudjana, SH., MM kepada media ini, Senin (6/5/2024) di Jakarta.

Aktivis anti korupsi ini berharap Pengadilan Negeri Kupang jangan seperti pasar gelap lakukan jual beli perkara. Mahkamah Agung RI dan aparat penegak hukum perlu masuk di Pengadilan Negeri Kupang untuk memeriksa. Perlu dilihat kejelasan dan dasar hukum meletakkan sita eksekusi terhadap kasus ini.

”Kita berharap Pengadilan Negeri Kupang jangan seperti pasar gelap lakukan jual beli perkara. Mahkamah Agung RI dan aparat penegak hukum perlu masuk di Pengadilan Negeri Kupang”, jelas Deni.

 

H. Deani T. Sutjana Berharap Pengadilan Negeri Kupang Jangan seperti Pasar Gelap Lakukan Jual Beli Perkara

 

Lanjut Deni, praktik jual beli perkara masih marak terjadi dalam lingkungan peradilan Indonesia. Kasus suap di lingkungan Mahkamah Agung (MA) pernah viral seperti kasus suap yang diungkap KPK kepada Hakim Agung Kamar Perdata MA, Sudrajad Dimyati.

Kasus gratifikasi yang dilakukan eks Sekretaris MA Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono. Kasus suap yang melibatkan mantan Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman dan masih banyak lagi. Hal-hal seperti jangan diulangi lagi dalam lingkungan peradilan Mahkamah Agung RI.

Sebelumnya Kuasa Hukum Harvido Aquino Rubian alias Buyung dan Rina Laazar Rubian dari Firma Hukum ABP bersurat ke Ketua Pengadilan Negeri Kupang meminta mencabut sita eksekusi yang diletakkan pada harta bersama almarhum Drs. Theodorus Rubian.

Firma Hukum ABP Nomor; B.21/FH-ABP/V/2024 tanggal 6 Mei 2024 diterima media ini, Senin (6/5/2024). Surat ditandatangani Akhmad Bumi, SH dan Yupelita Dima, SH., MH, perihal mohon mengangkat atau mencabut sita eksekusi.

Alasan mohon mencabut sita eksekusi menurut Firma Hukum ABP diantaranya enam obyek yang dilakukan sita eksekusi atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Kupang tidak terdapat dalam perjanjian perdamaian tanggal 16 Desember 2020 dan akta perdamaian tanggal 15 Desember 2020 yang disahkan melalui putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor; 252/Pdt.G/2020/PN Kpg.

Proses sita eksekusi dengan cara mengosongkan obyek, menggunakan kekuatan hukum hanya bisa dilakukan dengan putusan yang condemantoir.

Perjanjian perdamaian kedua belah pihak dengan melahirkan hutang piutang baru, sebelumnya adalah jual beli. Jika eksekusi terkait pembayaran hutang, mekanisme yang dilalui adalah sita dan lelang. Lelang untuk melaksanakan putusan tentang perdamaian para pihak, tulis Firma Hukum ABP.

Peletakan sita eksekusi tulis Firma Hukum ABP tidak sesuai dengan Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2008. Terdapat 5 (lima) hal yang menyebabkan putusan non-executable, diantaranya Putusan yang bersifat deklaratoir (putusan yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja sehingga tidak perlu dieksekusi) dan konstitutif (putusan yang menciptakan atau menghapuskan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan).

Lanjutnya, juga barang yang akan dieksekusi tidak sesuai dengan barang yang disebutkan di dalam amar putusan, Ketua Pengadilan Negeri tidak dapat menyatakan suatu putusan non-executable, sebelum seluruh proses/acara eksekusi dilaksanakan, kecuali yang tersebut pada butir a, tulisnya.

Jual beli tanggal 5 Maret 2020 antara almarhum Drs. THEODORUS MC. RUBIAN selaku penjual dan HENDRA HARTANTO IRAWAN, B.BUS selaku pembeli masih sah berlaku dan berharga, jual beli tersebut belum dibatalkan oleh Pengadilan dalam perkara pokok.  

Merujuk pada jual beli tanggal 5 Maret 2020, HENDRA HARTANTO IRAWAN, B.BUS selaku pembeli masih berhutang pada almarhum Drs. THEODORUS MC. RUBIAN selaku penjual dengan hutang sebesar Rp 3,750.000.000 (tiga milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) untuk pembayaran tahap ketiga. Hendra yang berhutang pada almarhum Drs. Theodorus Rubian.

Tapi dari jual beli tersebut kemudian berubah menjadi hutang piutang baru berdasar perjanjian tanggal 16 Desember 2020 dan akta perjanjian tanggal 15 Desember 2020. Hal tersebut dapat dikualifikasikan sebagai hutang piutang terselubung dan perjanjian semu atau perjanjian seolah-olah antara para pihak, tulisnya.

Diberita sebelumnya, kuasa pemohon eksekusi, Fransisco Bernando Bessi, SH menjelaskan terkait dengan proses gugatan itu kita sepakat di pengadilan, jadi kita tidak dalam kapasitas berbicara tentang proses pembuktian.

”Sedikit informasi, ini juga sebagai gambaran, karena proses ini mudah sekali. Ada utang ya harus dibayar, itu saja. Kedua tanah yang menjadi obyeknya ini setahu kami digugat lagi oleh pihak lain, dari pihak internal keluarga. Makanya pertanyaan sederhananya proses ini pasti akan ada ujung. Data ini bermula di 2020, kemudian ada proses PK. Akta perdamaian itu kesepakatan para pihak. Yang lalu disepakati, sekarang tidak disepakati. Alasan lain, setahu saya sudah empat kali ganti kuasa hukum, kalau saya belum pernah diganti. Sehingga data-data yang ada ini, saya dengan beliau sudah lama jadi dari saya tetap dan minta maaf atas keberatannya. Dari pihak Pengadilan sudah ada dan pihak Kepolisian juga ada. Kita hanya melihat. Apakah cukup secara fisual, tergantung pihak aprrisiasal menilai”, jelas Sisco.

Pihak Pengadilan menjelaskan ”ada permohonan dari pihak Pemohon terkait proses lelang. Didalam permohonan termasuk obyek rumah ini juga akan dilelang”, jelasnya.

Atas keberatan dari Harvido Aquino Rubian alias Buyung dan kuasa hukum, akhirnya tim appraisal batal dan tidak melakukan perhitungan dan bergegas meninggalkan rumah Harvido Aquino Rubian alias Buyung di Oepura, kota Kupang. (TIM/Red)

———————

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan /atau keberatan dengan penayangan artikel dan /atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau  berita berisi sanggahan dan /atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang_undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: globalindonews74@gmail.com 

Kunjungi juga kami

di www.globalindonews.com

 

H. Deani T. Sutjana Berharap Pengadilan Negeri Kupang Jangan seperti Pasar Gelap Lakukan Jual Beli Perkara